Kawasan Budaya Jetayu Kota Pekalongan

Sejarah Kawasan Budaya Jetayu

Kota Pekalongan termasuk dalam kategori kota bersejarah yang dinominasikan ke dalam 10 Kota Pusaka di Indonesia. Oleh karena itu melestarikan kawasan bersejarah di kota ini merupakan isu strategis berkaitan dengan status kota Pekalongan sebagai kota pusaka tersebut, salah satunya adalah kawasan Jetayu yang merupakan kawasan bangunan kolonial.

Kawasan Budaya Jetayu merupakan kawasan pusat kota dari Kota Pekalongan yang berada di Kelurahan Panjang Wetan, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan. Rata-rata bangunan tua disekitar lapangan Jetayu dibangun pada tahun 1700-1900an.


Telaah Pustaka

Dilihat dari sejarahnya, kawasan ini merupakan kawasan yang maju pada masanya. Dan sekarang kawasan ini menjadi kawasan ramai pada jam-jam malam karena banyak yang ingin menghabiskan waktu dimalam hari di tempat ini. Ditunjang pula dengan adanya bangunan-bangunan tua yang sebagian besar yang ada diwilayah Pekalongan berada dikawasan ini. Meskipun ramai pengguna, kawasan ini dinilai kurang dapat memberikan kenyamanan serta pengaruh ekonomi yang baik bagi masyarakat sekitar. Atas dasar permasalahan tersebut, revitalisasi merupakan tindakan yang tepat untuk kembali menghidupkan kenyamanan dan ekonomi pada wilayah ini.

Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Skala revitalisasi ada tingkatan makro dan mikro. Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan aspek sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra tempat) (Danisworo, 2002).

Untuk melaksanakan revitalisasi perlu adanya keterlibatan masyarakat. Keterlibatan yang dimaksud bukan sekedar ikut serta untuk mendukung aspek formalitas yang memerlukan adanya partisipasi masyarakat, selain itu masyarakat yang terlibat tidak hanya masyarakat di lingkungan tersebut saja, tapi masyarakat dalam arti luas (Laretna, 2002).

Sebagai sebuah kegiatan yang sangat kompleks, revitalisasi terjadi melalui beberapa tahapan dan membutuhkan kurun waktu tertentu serta meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Intervensi fisik Intervensi fisik mengawali kegiatan fisik revitalisasi dan dilakukan secara bertahap, meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas dan kondisi fisik bangunan, tata hijau, sistem penghubung, sistem tanda/reklame dan ruang terbuka kawasan (urban realm). Mengingat citra kawasan sangat erat kaitannya dengan kondisi visual kawasan, khususnya dalam menarik kegiatan dan pengunjung, intervensi fisik ini perlu dilakukan. Isu lingkungan (environmental sustainability) pun menjadi penting, sehingga intervensi fisik pun sudah semestinya memperhatikan konteks lingkungan. Perencanaan fisik tetap harus dilandasi pemikiran jangka panjang.

2. Rehabilitasi ekonomi Revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan artefak urban harus mendukung proses rehabilitasi kegiatan ekonomi. Perbaikan fisik kawasan yang bersifat jangka pendek, diharapkan bisa mengakomodasi kegiatan ekonomi informal dan formal (local economic development), sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi kawasan kota (P. Hall/U. Pfeiffer, 2001). Dalam konteks revitalisasi perlu dikembangkan fungsi campuran yang bisa mendorong terjadinya aktivitas ekonomi dan sosial (vitalitas baru).

3. Revitalisasi sosial/institusional Keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu menciptakan lingkungan yang menarik (interesting), jadi bukan sekedar membuat beautiful place. Maksudnya, kegiatan tersebut harus berdampak positif serta dapat meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial masyarakat/warga (public realms). Sudah menjadi sebuah tuntutan yang logis, bahwa kegiatan perancangan dan pembangunan kota untuk menciptakan lingkungan sosial yang berjati diri (place making) dan hal ini pun selanjutnya perlu didukung oleh suatu pengembangan institusi yang baik.


Kondisi Existing Kawasan Budaya Jetayu
Bangunan-bangunan yang terletak di kawasan Jatayu (alun-alun Utara) yang memiliki nilai historis diantaranya adalah:
1. Gedung Balai Kota (kini dipakai sebagai Museum Batik)
2. Kantor DPU (kini dipakai sebagai kantor Batik TV)
3. Gedung Societet (saat ini GOR Pekalongan)
4. Gereja Protestan (kini dipakai untuk ibadah GKJ Pekalongan)
5. Kantor Pos
6. Rumah Jabatan Pembantu Gubernur (Rumah Jabatan Bakorwil)
7. Masjid Al-Ikhlas

Kekhasan arsitektur pada bangunan-bangunan kuno di kawasan Jetayu ini lebih kepada arsitektur kolonial. Gaya arsitektur Hindia Belanda abad ke-19 yang dipopulerkan Daendels tersebut kemudian dikenal dengan sebutan The Empire Style. Gaya ini oleh Handinoto juga dapat disebut sebagai The Dutch Colonial. Gaya arsitektur The Empire Style adalah suatu gaya arsitektur neo-klasik yang melanda Eropa (terutama Prancis, bukan Belanda) yang diterjemahkan secara bebas. Hasilnya berbentuk gaya Hindia Belanda (Indonesia) yang bergaya kolonial, yang disesuaikan dengan lingkungan lokal dengan iklim dan tersedianya material pada waktu itu.

Ciri-cirinya antara lain adalah denah yang simetris, satu lantai dan ditutup dengan atap perisai, terbuka, terdapat pilar di serambi depan dan belakang, terdapat serambi tengah yang menuju ke ruang tidur dan kamar-kamar lain, adanya barisan pilar atau kolom (bergaya Yunani) yang menjulang ke atas serta terdapat gevel dan mahkota di atas serambi depan dan belakang. Serambi belakang seringkali digunakan sebagai ruang makan dan pada bagian belakangnya dihubungkan dengan daerah servis.

Gedung-gedung kolonial abad ke-19 yang sekarang masih tersisa di Kota Pekalongan juga menunjukkan gaya arsitektur neo - klasik dan eklektisisme . Gaya neo - klasik ini muncul di Eropa sejak akhir abad ke-18 hingga akhir abad ke-19, yang intinya munculnya kembali gaya-gaya arsitektur Yunani-Romawi dikombinasikan dengan konstruksi modern, yaitu konstruksi bangunan yang telah dipengaruhi oleh kebudayaan industri.

Museum Batik
Museum batik menempati gedung bekas Kantor Walikota lama yang letaknya di jalan Jetayu no. 1 Pekalongan. Gedung tersebut mempunyai nilai sejarah dimana merupakan peninggalan VOC Kolonial Belanda atau dahulu dikenal dengan ”City Hall”  yang berusia sangat tua. Bahkan ditahun 1906 pada masa pemerintahan VOC telah digunakan sebagai kantor keuangan untuk mengontrol kegiatan tujuh pabrik gula disepanjang Pantura Karesidenan Pekalongan.

Kantor Balai Kota Madya Pekalongan dahulu digunakan untuk Kantor Badan Perencanaan Pembangunan ( Bappeda ) setelah Kantor Sekretariat yang baru selesai dibangun dan selanjutnya digunakan untuk Kantor Pendapatan Daerah ( Dipenda ) Kota Pekalongan. Yang akhirnya diputuskan bahwa gedung dengan luas 600m2 yang masih menunjukkan keaslian arsitekturnya tersebut direnovasi, ditata secara  representatif  dan profesional dengan konsep standar museum.

Kantor Batik TV
Awalnya digunakan sebagai kantor dari sebuah badan yang mengurusi masalah pendidikan dari TK hingga setingkat SMP. Pada masa colonial, setelah merdeka digunakan untuk kantor Tjawatan Pendidikan. Seiring berjalannya waktu, gedung ini pernah digunakan sebagai kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekalongan, kemudian sebagai kantornya pernah digunakan sebagai studio Radio Koa Batik tahun 1980-1990, penah juga digunakan sebagai kantor pariwisata.

Kantor Pos
Bangunan ini dahulunya digunakan untuk kirim surat, hingga kini fungsinya tetap sama yaitu mengurusi hal surat-menyurat. Dalam sejarah pos di Indonesia, Pekalongan sudah termasuk jalur pos di Jawa, semenjak Gubernur Jendral VOC Baron Van Imhoff mendirikan kantor pos pertama 26 Agustus 1746, di Batavia.

Rumah Jabatan Bakorwil
Bangunan ini dibangun dngan corak bangunan yang bergaya khas colonial. Bntuk bangunan umumnya simetris, bertembok tebal, dengan langit-langit tinggi, di bagian depan terdapat pilar-pilar dengan tata ruang terbuka, beratap datar dengan beranda luas, pintu dan jendela berukuran besar, dan didominasi warna putih.


Usulan Penanganan Pelestarian

Rencana revitalisasi kawasan ini yaitu menjadikannya kawasan City Walk dengan mengedepankan ruang terbuka hijau bagi masyarakat mengingat tingkat kenyamanan pada wilayah ini sangat kurang pada waktu siang hari karena terlalu panas disebabkan kurangnya vegetasi yang dapat mereduksi sinar matahari. Dengan adanya fasilitas publik yaitu ruang terbuka hijau diharapkan masyarakat menemukan tempat untuk bersantai tanpa harus membayar mahal.

Berikut adalah Usulan Revitalisasi Kawasan Budaya Jetayu Kota Pekalongan.

Usulan Masterplan Revitalisasi

Tampak 3D Masterplan Revitalisasi

Dengan adanya river walk dan pedestrian path dengan vegetasi yang mampu mereduksi sinar matahari yang baik diharapkan mampu menambah daya tarik bagi pengunjung serta meningkatkan keinginan berjalan kaki bagi masyarakat. Dan sesuai dengan fungsinya yang tertera pada RTRW Kota Pekalongan tahun 2009-2029 bahwa Kawasan Lapangan Jetayu merupakan kawasan Cagar Budaya dan Kawasan Strategis karena terdapat aset bangunan bersejarah yang harus dilindungi dan dilestarikan.

Pedestrian Path


Kesimpulan dan Saran

Kawasan Budaya Jetayu Kota Pekalongan merupakan kawasan budaya dengan pengunjung yang tidak sedikit. Arsitektur bersejarah pada bangunan-bangunan di kawasan ini masih terjaga dengan baik sehingga mampu menjadi daya tarik bagi pengunjungnya. Tetapi, penataan kawasan yang kurang tepat menyebabkan kurang nyamannya suasana pada kawasan ini. khususnya pada siang dan sore hari karena teriknya sinar matahari.

Maka dari itu penting untuk memunculkan ruang terbuka hijau yang nyaman bagi pejalan kaki dengan vegetasi yang dapat mereduksi sinar matahari terik di siang dan sore hari. Tentu saja penambahan ruang terbuka hijau ini disarankan tidak mengganggu existing dan arsitektur bangunan bersejarah di sekitarnya. Diharapkan dengan adanya penataan ini, kawasan ini dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan diluar Pekalongan.


Daftar Pustaka

Wasino dkk, 2010, Kajian Sejarah Ekonomi Desa Pekalongan, Semarang : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah.
https://www.cintapekalongan.com/bangunan-bersejarah-di-kawasan-budaya-jetayu-pekalongan/
Dirhamsyah, M, 2014, Pekaloangan yang Tak Terlupakan, Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Pekalongan
https://pekalongankota.go.id/Berita/kawasan-budaya-jetayu-makin-ramai


Dwika Risqi
Depok, 04 Mei 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Analogi dalam Arsitektur

Hutan Kota Bumi Perkemahan Cibubur